Sabtu, 20 Februari 2016

Hijrah



            Aku anak keempat dari lima bersaudara dan satu-satunya anak perempuan ayah dan ibu. Kebiasaanku yang terbilang tomboy mungkin sudah tidak asing lagi setelah kalian mengetahui bahwa empat saudaraku adalah laki-laki. Sejak lahir aku tinggal di rumah orang tua dari ayahku yang lumayan besar, namun ada 3 keluarga saat itu yang tinggal di rumah nenekku tersebut, ditambah dengan nenek dan almarhum mbah ku.
          Singkat cerita, dari kecil aku tidak dibesarkan dalam keluarga yang religius dan fanatic dalam hal agama. Pengetahuan kami saat itu hanya standar, mungkin minim, bahkan selama delapan tahun lamanya aku tinggal di kota metropolitan itu, hanya beberapa dari sekian banyak sanak saudaraku yang mengenakan hijab, jadi aku pun otomatis tidak  mengenal apa itu hijab.
          Setelah migrasi, berpindah-pindah rumah dari kota satu ke kota lainnya yang sampai sekarang aku tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Dulu ayah dan ibuku hanya berkata ada masalah orang tua yang aku tidak berhak tau sampai sekarang. Dan migrasi itu membuatku drop out dari sekolah dasar selama satu semester dan harus mengulang dari semester awal saat aku daftar di sekolah yang selanjutnya.
          Tempat terakhir sebelum keluargaku pindah ke Kalimantan seperti sekarang adalah tempat yang mulai merubah sedikit kepribadianku. Tempat itu bernama Desa Mandirancan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Disana tidak hanya menuntut ilmu pengetahuan tetapi juga aku disuapi ilmu agama yang aku timba di salah satu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an)  dekat rumah. Desa ini adalah asli desa kelahiran ibu ku dan beliau berkata bahwasanya jika tidak bisa membaca huruf Al-Qur’an disini rugi, malu, dan lain sebagainya. Namun apa yang dikatakan ibu ternyata benar. Aku merasa malu karena saat itu teman-teman sebayaku telah pandai membaca Al-Qur’an, sedangkan aku ? Iqra saja belum lancar. Namun apa yang orang bilang benar, tidak ada kata terlambat dalam belajar. Akhirnya aku mulai bisa membaca Al-qur’an setelah dua tahun tinggal disana.
          Tapi, setelah bisa membaca Al-Qur’an akhlak ku berubah ? tidak juga, di usia sebelas tahun, aku tidak pernah shalat, mungkin bisa membaca Al-Qur’an pun saat itu hanya untuk menghilangkan gengsi semata. Mungkin itu yang dibilang orang dengan sebutan islam KTP, tapi sayangnya saat itu aku belum punya KTP, sehingga aku menamakannya islam AKTE kelahiran. :D.

          Setelah bersekolah di tiga sekolah dasar, lagi-lagi aku harus merelakan untuk menambah jumlah koleksi sekolah dasarku menjadi empat karena keputusan orang tua untuk kembali bermigrasi, namun saat itu, kami pindah tidak nanggung-nanggung. Kalau sebelumnya kami pindah dari Jakarta-Depok-Kuningan, sekarang kami terbang menyeberangi pulau hingga tiba di pulau Kalimantan. Kini usiaku juga semakin bertambah dan mulai pubertas. Seharusnya ketika seseorang telah pubertas maka wajib baginya untuk menjalankan semua kewajiban-kewajiban Allah, tapi berbeda dengan diriku. Sifat tomboyku yang sudah ku bawa sejak lahir tidak hilang begitu saja, bahkan aku cuek dengan semua kewajibanku dulu. Astaghfirullahaladziim, dan aku memulai karena saat itu…..
          Hari pertama sekolah di tempat yang  baru, teman baru, guru baru, bahasa baru, dan suasana baru. Aku sekolah di tempat yang sama dengan sepupuku yang tinggal disini. Saat pertama kepala sekolah membawaku ke kelas baru, aku sungguh terkejut karena saat itu yang aku dapatkan semua siswa wanita yang ada ya lumayan banyak yang berhijab, hijab anak-anak yang sesuai dengan usia kita saat itu, jujur saja aku merasa malu. Dengan gaya rambut yang di ekor kuda, baju seragam yang sudah kecil dengan lengan pendek, serta rok merah yang sedikit lebih keatas dari lutut. Itu membuat esok harinya aku merengenk minta dibelikan baju berlengan panjang.
          Masa-masa sekolah dasar telah terlewati, seragam putih merah, kini berubah menjadi putih biru. Sekolah SMP ku dulu mewajibkan setiap siswinya untuk mengenakan hijab yang dibeli sendiri di sekolah tersebut. Harusnya kita merasa bersyukur sejak dari sekolah sudah diberi kemudahan bahkan diwajibkan untuk menutup aurat, namun aku masih saja bandel. Pulang dari sekolah, seringkali hijab yang ku kenakan itu ku lepas dan ku letakkan di dalam tas, aku merasa tidak betah, bahkan tomboyku semakin menjadi-jadi. Setiap ada kegiatan sore atau les, busana yang menjadi faforitku adalah celana jeans lebar yang biasa dipakai pria, kaos yang lengannya dilipat 2-3 lipatan, jacket hitam yang biasa dikenakan oleh pria juga, serta gak ketinggalan koleksi topiku, waktu smp aku memang senang sekali mengoleksi topi dan memakainya jika ada kegiatan. Tiga tahun terlewat begitu saja….
          Setelah menghabiskan masa ABG ku di SMP, kini rok biru itu menjelma menjadi abu-abu yang kata orang masa-masa paling indah dalam menempuh pendidikan. Tak beda jauh dengan peraturan di SMP ku dulu, kini di SMA semua siswi juga diwajibkan berhijab. Sampai suatu saat aku masuk di kelas X-4 dan bertemu dengan salah satu guru muda yang cantik. Beliau sangat pandai bergaul dengan siswa dan membuat banyak siswa yang menyenangi beliau dan cara beliau menyampaikan pelajaran, tak terkecuali aku. Selama hampir 16 tahun hidup bersama 4 saudara laki-laki, membuatku rindu dan ingin memiliki sosok kaka perempuan yang bisa merangkul aku saat itu, masa-masa remaja memang enaknya dicurhatkan, dibicarakan oleh saudara perempuan, karena saat itu, semua kakak-kakak ku sibuk dengan urusannya masing-masing dan adikku masih terlalu kecil. Dan sosok guru cantik ini, masuk kedalam kehidupanku disaat aku membutuhkan karakter kakak perempuan tadi, aku sungguh merasa nyaman dengan beliau, dan dengan begitu saja, rasa sayang yang tulus melebihi rasa sayang sebatas murid kepada guru tumbuh begitu saja dalam perasaanku. Walau mungkin aku tau kalau beliau tidak pernah membeda-bedakan murid, tapi aku tetap menyayanginya lebih dari guru-guru yang lain. Meski terkadang aku ingin mendapat perhatian lebih darinya, namun aku benar-benar tulus memberikan rasa sayang ini yang tak harus dibalas. J .
          Rasa sayang ku kepada guru cantik ini membuatku melakukan apapun yang dikatakan beliau, bahkan karakterku yang tidak suka membaca hilang ketika beliau menyarankanku untuk membaca sebuah buku yang baru saja dibelinya. Aku ingat kata-katanya. “mey, ibu punya buku bagus deh, pokonya kamu harus baca sampai habis, bacanya direnungkan, kalau perlu dikamar hehehe”, tanpa pikir panjang aku menuruti perkataannya dan membaca buku tersebut sampai habis. Dan masyaAllah, setelah membaca buku itu aku mengambil suatu keputusan besar dalam hidupku. Buku yang membahas lengkap tentang hijab itu mampu mengubahku. Mulai dari hukum berhijab hingga bagaimana hijab yang sesuai dengan syariat. Aku tau, kalau aku pasti akan menjadi bahan omongan, pasti terkesan aneh karena tak seperti yang mereka kenal. Tapi aku benar-benar niat insyaAllah, aku menutup aurat hanya karena Allah semata. Jadi aku membulatkan tekad untuk tidak tergoyahkan dengan omongan-omongan orang lain, karena semua yang ada di dunia ini milik-Nya, dan kita akan kembali pada-Nya, jadi kalau bukan aku yang menyelamatkan diriku sendiri, siapa lagi ? bahkan orang yang memberi omongan-omongan kurang baik pun tidak akan bisa menyelamatkan, jadi aku bersyukur telah mendapat hidayah dari-Nya.
          Sampai sekarang aku sangat mencintai hijabku. Salah satu prinsipku untuk memotivasi diri sendiri adalah :
“mutiara, perhiasan yang paling mahal itu terletak rapat di dalam kerang dan sulit untuk di ambil, maka jadilah seperti mutiara itu yang tertutup rapat, dan hanya bisa diambil oleh orang tertentu yang benar-benar berani untuk menjadi imam”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar